Selasa, 20 April 2010

Irak

irak

1.Penaklukan Irak-Persia
Ketika Khalid melakukan maneuver ke barat kea rah Hirrah pada 634, ia meninggalkan kekuasaan irak pada sekutunya suku badui,al mutsana bin haritsah, kepala suku bani syaiban.sementara itu, orang-orang Persia sedang bersiap-siap utuk melakukan serrangan balasan dan hamper menghancurkan pasukan arab ketika perang dalam jembatan.1 Dekat hirrah pada 26 november 634. Tanpa rasa takut, mutsana membangun serangan baru, dan ulan oktober atau November tahun berikutnya berhasil mengalahkan panglima perang orang Persia , mihran di al-buwayb di tepi sungai efrat. Karena al-mutsana hanyalah seorang kepala suku dan tidak mempunyai hubungan kekuasaan dengan mekkah dan madinah, maka khalifah umar mengirim sa’ad bin abi waqash sebagaim komandan pasukan ke irak. Dengan pasukan berjumlah 10.000 orang, sa’ad berunjuk gigi untuk pertama kalinya berhadapan dengan rustam, seorang administrator Persia. Pada hari itu (ajkhir bulan mei, ) terjadilah perang antara pasukan islam dan pasukan Persia dan akhirnya rustam terbunuh , pasukan besar sasaniyah kocar-kacir dalam kondisi panic dan semua dataran rendah irak yang subur 2 di sebelah barat sungai tigris terbuka lebar bagi penakluk.
Ibu kota Persia , cretisphon,3 adlah sasaran sa’ad berikutnya. Dengan kecepatan dan energy yang menjadi cirri khasnya , ia bergerak menyeberangi sungai tigris di bagian yang agak dangkal. Usaha itu berhasil tanpa korban jiwa dan hal itu dianggap mukjizat oleh para penutur kisah islam. Bulan juni 637 sa’ad melenggang memasuki ibu kota dengan penuh kemenangan karena kota itu telah ditinggal pergi oleh rajanya dan para pasukannya.
Sementara itu, raja sasaniyah III dan keluarga kerajaan melariak diri ke utara, setelah melakukan perlawanan sia-sia, pada akhir 637 , jalula –berbatsan dengan ddatran tinggi Persia- dan akhirnya seluruh wilayah irak takluk kepada para penyerbu.
Penaklukan pertama yang menetukan atas Persia menghabiskan waktu sekitar satu decade; pasukan islam melakukan perlawanan yang jauh lebih sengit dari pada di suriah. Orang arab ,termasuk waita dan anak-anak budak ikut terlibat. Orang-orang Persia adalah orang aria bukan semit., mereka telah menikmati eksistensi mereka sebagai bangsa yang berdiri sendiri selama berabad-abad, dan mewakili sebuah kekuatan militer yang jauh terorganisir dengan baik, dan pernah berperang dengan orang romawi selama 400 tahun.
2.Etnografi Negara Irak-Persia
2.1.Irak
Negara republic irak (al-jumhuriyah alu irakiyah) dengan ibu kota bahgdad ini berpenduduk pada sensus 1990 dengan populasi penduduk 18.317.000 jiwa. Luas wilayahnya menca[pai 435.052 km dengan kepadatan penduduk 42,1/km bahsa resminya adalah bahsa arab. Agama 95,8% (sunni dan syi’ah), Kristen 3,5% dan sedikit yahudi. Mata uangnya adalah dinar >Negara yang berada di sebelah barat daya ini mempunyai batas-batas wilayah: diselatan berbatasan dengan kwait dan arab Saudi, di barat denagn yordania dan syiria, di utara denagan turki dan di timur dengan iran.
Adapun potensi geografis dari Negara irak ini yaitu ,iran berada tepat di bagian timur wilayah ulan sabit subur,yang dulu disebut dengan Mesopotamia (bahsa yunani yang artinya lahan diantara dua sungai tigris dan efrat, karena posisinya yang terletak diantara jazirah Arabia utara dan jajaran gunung turki dan iran sebelah barat daya daerah membentuk lintasan rtanah rendah diantara syiria dan teluk Persia.topografi iran termasuk kea lam tiga zona yang berbeda- bagian peguningan utara disebut wilayah Kurdistan; 1. Wilayah tengah,antara tigris dan efrat dengan pusat ibu kota bagdad, merupakan daerah yang paling mudah mendapat aliran irigasi dan tanh yanmg terolah dengan baik.2. wilayah barat, barat daya dan selatan merupakan daerah gurun yang hamper keseluruhannya sama sekali gersang. Dan 3. Di selatan terdapat daerah rawa yang luas di sepanjang shatt al –arab tempat bergabungnya dua aliran sungai tigris dan efrat, sekiatar 160 km di sebelah barat laut teluk Persia. Irak berada tempat di bagian timur wilayah Bulan Sabit Subur, yang dulu sering daerah mesopotamia – kosa kata Yunani yang berarti “ lahan di antara dua sungai” ; sungai Tigris dan sungai Efrat. Kedua aliran sungai ini sangat memengaruhi pola kehidupan dan lingkungan penduduk Irak dari masa ke masa.
Karena posisinya yang terletak antara jazirah Arabia Utara dan jajaran Gunung Turki serta iran di sebelah Barat daya, daerah ini membentuk lintasan tanah rendah antara Syria dan teluk persia. Topografi Irak termasuk ke dalam tiga zona yang berbeda – bagian pegunungan utara di sebut wilayah kurdistan;
1)Wilayah tengah, antara tirgis dan efrat dengan pusat ibukota Baghdad, yang merupakan wilayah paling mudah mendapat aliran irigasi dan tanah-tanah yang teroleh dengan baik.
2)Wilayah barat, barat daya, dan selatan merupakan daerah gurun yang hampir keseluruhannya sama sekali gersang.
3)Di selatan terdapat daerah rawa yang luas di sepajang shatt al-arab, tempat bergabungnya kedua sungai Tigris dan Efrat, sekitar 160 km di sebelah barat laut teluk persia.
2.2. Persia
Kawasan penting kedua peradaban islam adalah kawasan kebudayaan atau peradaban iran –persia. Pusat dunia islam yang satu ini sejak dulu adalah datran tinggi yang menbentang dari irak sampai asia tengah, sekalipun kelak tradisi Persia kuno pengaruhnya cukup luas merembes keluar daerah geografinya. Dan disini pula kebeudayaan islampersia klasik di besarkan dan menyebar ke daerah-daerah lain.
Letak Geografis Persia yang setrategis dan sebagian wilahnya yang subur sehingga disebut sebagai daerah bulan sabit subur , membuat mata dunia internasional pada saat itu memusatkan perhatiannya ke Persia. Portugal, Inggris, Belanda, dan Prancis berlomba-lomba menarik simpati istana Safawiyah. Bahkan Inggris telah mengirim duta khusus dan ahli pembuat senjata modern guna membantu memperkuat militer Safawiyah.
3.Islam di Irak-Persia
3.1.Islam di Irak
3.1.1.Berdirinya Dinasti Abasiyah
Pemerintahan Daulah Abbasiyah merupakan kelanjutan dari pemerintahan Daulah Bani Umayah yang telah runtuh di Damaskus. Dinamakan kekhalifahan Abbasiyah karena para pendiri dan penguasa daulah ini adalah keturunan Abbas, paman Nabi Muhammad saw. Keluarga Abbas, Imam Muhammad bin Ali berpendapat bahwa pemindahan kekuasaan dari keluarga yang satu ke keluarga yang lain harus memiliki kesiapan jiwa dan semangat rakyat. Dia menyadari bahwa perubahan secara tiba-tiba, bisa berakhir dengan kegagalan. Oleh karena itu, sangat diperlukan pemikiran yang dapat memperhitungkan keadaan untuk melancarkan propaganda (gerakan yang menentang pemerintahan untuk memperoleh kekuasaan) dengan atas nama orang yang terpilih dari keluarga Nabi Muhammad.
Muhammad bin Ali meminta kepada masyarakat pendukungnya untuk membantu keluarga Nabi. Propaganda ini dilakukan dengan cara yang sangat cermat, sehingga banyak tokoh masyarakat dan tokoh agama yang tertarik dengan propaganda itu. Muhammad bin Ali menjadikan kota Kufah dan Khurasan sebagai pusat kekuatan penyebaran propagandanya. Dua kota ini dianggap sangat strategis sebagai benteng pertahanan bila terjadi serangan dari Bani Umayah. Di dalam kedua kota itu banyak bermukim masyarakat Islam yang bukan Arab. Mereka sangat tidak puas terhadap kebijakansanaan pemerintahan Bani Umayah. Ketidakpuasan masyarakat Muslim yang bukan Arab (‘Ajam) sangat besar pengaruhnya dalam proses kehancuran Daulah Umayah, dan jumlah mereka semakin banyak.
Semula propaganda yang dilakukan Muhammad bin Ali, tidak memakai dan menonjolkan nama Bani Abbas, tetapi menggunakan Bani Hasyim, dengan maksud untuk mencegah perpecahan antara orang syi'ah pengikut Ali dan yang mendukung Bani Abbas, karena kedua golongan itu masih termasuk keluarga Bani Hasyim. Dengan siasat demikian itu, maka propagandanya mendapatkan simpati sangat besar dari berbagai kalangan. Untuk melaksanakan propaganda itu mereka mengangkat dua belas orang propagandis terkenal, yang disebar ke daerah-daerah Khurasan, Kufah, Irak dan bahkan sampak ke Makkah. Dalam usaha menyebarkan propaganda itu, dijelaskan tujuan mereka, yaitu untuk menuntut keadilan dan kebijaksanaan dan pemerintahan Daulah Bani Umayah di Damaskus. Di antara propagandis terkenal yang berhasil menarik banyak masyarakat, ialah Abu Muslim Al-Khurasani. Dengan tekad kuat dan kerja keras, ia dapat meyakinkan rakyat Marwa, sehingga mereka berada di pihak Bani Abbas. Setelah itu, Abu Muslim menyambut baiat (Sumpah Setia) rakyat Marwa tersebut. Kemudian ia melanjutkan usahanya ke daerah Khurasan dan daerah-daerah lain di sekitarnya. Di setiap daerah dibentuk perwakilan, sehingga berdatangan orang-orang yang menyatakan sumpah setia kepada keluarga Bani Abbas. Usaha propaganda yang dilakukan Abu Muslim al-Khurasani membawa hasil yang sangat memuaskan. Banyak masyarakat mendukung gerakan propaganda itu.
Melihat perkembangan politik yang tidak menguntungkan pihak Muawiyah, akhirnya Marwan bin Hakam berusaha menyelamatkan diri dari kejaran massa yang sedang mengamuk, menuntut digulingkannya pemerintahan Daulah Bani Umayah. Dengan terbunuhnya Marwan bin Hakam di Fustat, Mesir tahun 132 H / 750 M, resmilah keluarga Abbas menjadi penguasa baru. Dinasti ini berkuasa selama lebih kurang lima abad, mulai dari tahun132-656 H / 750-1528. Pusat pemerintahannya bertempat di kota Bagdad. Di antara para tokoh pendiri Daulah Abbasiyah ialah
• Muhammad bin Ali
• Ibrahim bin Muhammad bin Ali
• Abul Abbas As-Shafah
• Abu Ja'far Al-Mansur
• Abu Muslim Al-Khurasani
3.1.2.Keadaan Politik Daulah Abasiyyah
Politik daulah abasiyah 1:
Antara daulah abasiyah dengan daulah amawiyahterdapat perbedaan yang prinsipil dalam sikap politik, yang terpenting antara lain:

Dau;ah amawoyah pada umumnya dalam segala bidang bercorak arabmurni
Daulah abbasiyah disamping bercorak aram murni juga telah terpengaruh dengan corak Persia, turkia da lain sebagainha.
Adapun politik yang dijalankan daulah abbasiyah 1 yaiitu:
para khalifah tetap dari turunan arab murni, sementara para gubernur, menteri dan pegawai lainya bamyak diangkat dari golongam mawali turunan Persia.
Kota Baghdad sebagai ibu kota Negara yang menjadi pusat kegiata politik sosian dan kebudayaan, dijadikan kota pintu terbuka sehinga orang yang mempunyai berbagai keyakinan diiznkan tinggal di bahgdad. Dengan demikian jadilahbahgdad kota internasional yang sangat sibuk dan ramai, yang berkumpul di dalamnya unsaur bangsa arab, turkia , Persia , romawi dan sebagainya.
Ilmu pengetahuan dipandang sesuatu yang sangat penting dan mulia. Para khlifah membuka pintu seluas-luanya untuk kepentingan ilmu pengetahuan.
Kebebasan berpikir sebagai hak manusia diakui sepenuhnya. Pada waktu akal dan pikiran benar-benar di bebaskan dari belenggu takliid. Yang mana menyebabkan orang sangat leluasa mengeluarkan pendapat dalam segala bidang aqidah , falsafah ibadah dan sebagainya.
Paramenteriturunan Persia di beri hak penuh dalam menjalankan pemerintahan, sehingga mereka memegang peranan penting dalam tamadun islam. Mereka sangat mencintai ilmu dan mengorbankan kekayaanya untuk memajukan kecerdasan rakyat dan meningkatkan ilmu pengetahuan , sehingga karenanya banyaklah keturunan mawaly yang meberiakan jasanya untuk kemajuan islam.
Politik Daulah Abbasiyah II, III dan IV:
Dalam priode tiga masa ini, kekuasaan politik dari daulah islamiyah mulai menurun dan terus menurun, terutama kekuasaan politik sentral , karenanya Negara bagian sudadh tidak begitu menghiraukan lagi pemerintah pusat, kecuali pengakuan secara politis saja, lantaran itu kekeuasaan militer pusat pun mulai berkurang daya pengaruhnhya, sebqab masing-masing panglima daerah sudah berkuasa sendiri, bahkan telah membentuk tentara sendiri.
Dalam periode ini putuslah ikatan –ikatan politik antara wilayah –wilayah islam , demikianlah tutur Khudhary Bek.
Apabila kita menoleh ke barat kita mendapati bani umayyah telah menampilkan Abdurrahman Nassir menjadi amirul mukmin di Andalusia, karena dilaihatnya kelemahan bani abbasiyah.
Di afrika kita dapati syi;ah ismailiyah telah membentuk kerajaanyan dengan nama daullah Fatimiyah, dengan mengangkat Ubaidullah bin Mhdi menjadi amirul mukminin dan kpta mahdiyah dekat Tunisia dijadikan ibu kota.
Di mesir kita dapati, Muhammad ikhsyad berkuasa atas nama bani abbas; demikian juga dengan musil bani Hamdan bertindak.
Di yaman, syi’ah Zaidiyah semakin kuat pendidikanya , sementara di ibukota Negara Baghdad daulah bani buwaihi berkuasa dalam praktek dan bani abbas hanya nama saja.
Bila kita melihat kesebelah timur, akan kita dapati daulah samaaniyah yang berkedudukan di Bukhara dak berpengaruh sangat besar.
Demikianlah , dunia islam telah putus mata rantai sambunganya, tidak ada lagi kesatuan politik, sehingga datanglah pasukan hulako dengantentara tantarnya menghancurkan kota Baghdad, dan berakhirlah daulah abbasiyah.
3.1.3.Keadaan sosial zaman Daulah Abbasiyah
Kehidupan masyarakat pada masa dinasti Daulah Abbasiyah, Sistem kesukuan primitive yang menjadi pola organisasi sosila arab paling mendasar runtuh pada masa dinasti Abbasiyah, yang didirikan dari berbagai unsur asing. Bahkan dalam persoalan memilih istri dan ibu untuk anak-anak mereka , para khalifah tidak menjadikan darah keturunan arab sebagai patokan. Untuk memperlancar proses pembauran antara orang arab dan rakyat taklukan , lembaga poligami, selir dan perdangan budak terbukti efisien. Ketika unsure-unsur arab surut, orang non –arab orang peranakan dan anak dari permpuan yang dimerdekakan mulai menggantikan posisi mereka. Aristokrasi arab mulai digantikan dengan hirarki penjabat yang mewakili berbagai bangsa, yang pada awalnya didominasi oleh Persia dan kemudian oleh Turki. Pada masa awal dinasti Abbasiyah, kaum wanita cenderung menikmati kebebasan yang sama dengan kaum wanita pada zaman dinasti Umayyah. Tetapi menjelang abad ke -10 pada masa dinasti Buwahi , system pemingitan yan ketat dan pemisahan berdasarkan jenis kelamin merupakan fenomena yang umum. Pada masa itu, banyak perempuan yang berhasil mengukir prestasi dan berpengaruh di pemerinthan baik dari kalangan atas atau dari kalangan awam. Pada masa dinasti Abbasiyah berburu menjadi pengisi waktu luang yang disenangi oleh para khalifah dan putra mahkota.al amin sangat suka berburu singga dan saudaranya meninggal ketika memburu babi liar.4
Posisi teratas dalam tingkatan social di tempati oleh para khalifah dan keluarganya, para pejabat pemerintahan, keturunan bani Hasyim dan orang-orang di sekitar mereka. Kelompok terakhir ini meliputi para prajurit dan pengawal istana, sahabat dekat,para maula dan pembantu. Para pembantu itu hampir semuanya budak yang direkrut secara paksa dari kalangan non muslim, baik yang ditawan pada masa perang maupun yang di beli pada masa damai. Beberapa diantaranya adalah orang negro dan juga orang kulit putih. Gagasan tentang maraknya perbudakan bisa dilihat dari tingginya jumlah budak yang dimiliki oleh keluarga kerajaan. Diriwayatkan bahwa istana al-muqtadir (908-932) memiliki sebelas ribu laki-laki yunani dan sudan yang dikebiri5.al-mutawakkil diriwayatkan memiliki 4.000 orang selir yang semuanya menemani ia tidur6. Pada satu kesempatan al-Mutawakkil menerima hadiah sebanyak 100 budak dari salah satu jenderalnya.7 Telah menjadi tradisi bagi para gubernur dan jenderal untuk mengirim hadiah, termasuk di dalamnya para gadis yang direklut secara suka rela maupun paksa daari para penduduk, kepada para khlaifah atau wazir;8 tidak member hadiah dinilai sebagai tanda pemberontkan.

3.2.Islam di Persia
3.2.1.Asal Usul Bangsa Safawi
Kerajan Safawi bermula dari gerakan tarekat yang berdiri di Ardabil, sebuah kota di Azerbaijan. Tarekat ini diberi nama Safawiyah karena pendirinya bernama Syech Safuyudin Ishaq (1252-1334) seorang guru agama yang lahir dari sebuah keluaraga Kurdi di Iran Utara. Beliau merupakan anak murid seorang imam Sufi yiaitu Sheikh Zahed Gilani (1216–1301, dari Lahijan.) Safi Al-Din kemudiannya menukar Ajaran Sufi ini kepada Ajaran Safawiyah sebagai tindak balas kepada pencerobohan tentera Mongol di wilayah Azerbaijan
Pada mulanya gerakan tasawuf Safawiyah ini bertujuan untuk memerangi orang-orang ingkar dan golongan Ahl al-Bid’ah Namun pada perkembangannya, gerakan tasawuf yang bersifat lokal ini berubah menjadi gerakan keagamaan yang mempunyai pengaruh besar di Persia, Syria dan Anatolia. Di negeri-negeri yang berada di luar Ardabil inilah, Safi al-Din menempatkan seorang wakil yang diberi gelar Khalifah untuk memimpin murid-murid di daerahnya masing-masing.
Gerakan Safawi mewakili sebuah kebangkitan Islam Populer yang menentang dominasi militer yang meresahkan dan bersifat eksploitatif. Tidak seperti gerakan lainnya,gerakan Safawiyah memprakarsai penaklukan Iran dan mendirikan sebuah baru yang berkuasa dari 1501 sampai 1722. Sang pendiri mengawali gerakannya dengan seruan untuk memurnikan dan memulihkan kembali ajaran Islam.
Pada waktu kerajaan Turki Usmani sudah mencapai puncak kejayaan, kerajaan Safawi di Persia masih baru berdiri. Namun pada kenyataannya, kerajaan ini dapat berkembang dengan cepat. Nama safawi ini terus dipertahankan sampai tarekat Sfawiyah menjadi gerakan politik dan menjadi sebuah kerajaan yang disebut kerajaan Safawi. Dalam perkembangannya, kerajaan Safawi sering berselisih dengan kerajaan Turki Usmani
Kerajaan Safawi mempunyai perbedaan dari dua kerjaan besarislam lainnya seperti kerajan Turki Usmani dan Mughal. Kerajaan ini menyatakan sebagai penganut Syi’ah dan dijadikan madzhab Negara. Oleh karena itu, kerajaan Safawi dianggap sebagai peletak dasar pertama terbentuknya Negara Iran dewasa ini.
3.2.2 Perkembangan Kerajaan Safawi
Dalam perkembangannya Bangsa Safawi (tarekat Safawiyah) sangat fanatik terhadapajaran-ajarannya. Hal ini ditandai dengan kuatnya keinginan mereka untuk berkuasa karena dengan berkuasa mereka dapat menjalankan ajaran agama yang telah mereka yakini (ajaran Syi’ah). Karena itu, lama kelamaan murid-murid tarekat Safawiyah menjadi tentara yang teratur, fanatik dalam kepercayaan dan menentang setiap orang yang bermazhab selain Syiah.
Bermula dari perajurit akhirnya mereka memasuki dunia perpolitikan pada masa kepemimpinan syah al junaid. Dinasti safawi memperluas geraknya dengan menumbuhkan kegiatan politik di dalam kegiatan kegiatan keagamaan. Perluasan kegiatan ini menimbulkan konflik dengan penguasaan kara koyunlu(domba hitam), salah satu suku bangsa turki yang akhirnya menyebabkan kelompok junaid kalah dan di asingkan kesuatu tempat. Di tempat baru ini ia mendapatkan perlindungan dari penguasa Diyar bakr, AK –Koyunlu juga suku bangsa turki. Ia tinggal diistana Uzun hasan, yang ketika itu menguasai sebagian besar Persia.
Tahun 1459 M, Junaid mencoba merebut Ardabil tapi gagal. Pada tahun 1460 M. Ia mencoba merebut Sircasia tetapi pasukan yang dipimpinya dihadang oleh tentara Sirwan dan ia terbunuh dalam pertempuran tersebut. Penggantinya diserahkan kepada anaknya Haidar pada tahun 1470 M, lalu Haidar kawin dengan seorang cucu Uzun Haisan dan lahirlah ismail dan kemudian hari menjadi pendiri kerajaan Safawi dan mengatakan bahwa Syi’ahlah yang resmi dijaadikan mazhab kerajaan ini. Kerajaan inilah dianggap sebagai peletak batu pertama negara Iran.[1]
Gerakan Militer Safawi yang dipimpin oleh Haidar di pandang sebagai rival politik olehAK Koyunlu setelah ia menang dari Kara Koyunlu (1476 M). Karena itu, ketika Safawimenyerang wilayah Sircassia dan pasukan Sirwan, AK Koyunlu mengirimkan bantuanmiliter kepada Sirwan, sehingga pasukan Haidar kalah dan ia terbunuh.
Ali, putera dan pengganti Haidar, didesak bala tentaranya untuk menuntut balas ataskematian ayahnya, terutama terhadap AK Koyunlu. Akan tetapi Ya’kub pemimpin AK Koyunlu menangkap dan memenjarakan Ali bersama saudaranya, Ibrahim, Ismail dan ibunya di Fars (1489-1493 M). Mereka dibebaskan oleh Rustam, putera mahkota AK Koyunlu dengan syarat mau membantunya memerangi saudara sepupunya. Setelah dapatdikalahkan, Ali bersaudara kembali ke Ardabil. Namun, tidak lama kemudian Rustam berbalik memusuhi dan menyerang Ali bersaudara dan Ali terbunuh (1494 M)
Periode selanjutnya, kepemimpinan gerakan Safawi di serahkan pada Ismail. Selama 5 tahun, Ismail beserta pasukannya bermarkas di Gilan untuk menyiapkan pasukan dan kekuatan. Pasukan yang di persiapkan itu diberi nama Qizilbash (baret merah).
Pada tahun 1501 M, pasukan Qizilbash dibawah pimpinan Ismail menyerang dan mengalahkan AK Koyunlu (domba putih) di sharur dekat Nakh Chivan. Qizilbash terus berusaha memasuki dan menaklukkan Tabriz, yakni ibu kota AK Koyunlu dan akhirnya berhasil dan mendudukinya. Di kota Tabriz Ismail memproklamasikan dirinya sebagai raja pertama Dinasti Safawi. Ia disebut juga Ismail I
Ismail I berkuasa kurang lebih 23 tahun antara 1501-1524 M. Pada sepuluh tahun pertama ia berhasil memperluas wilayah kekuasaannya, Buktinya ia dapat menghancurkan sisa-sisa kekuatan AK Koyunlu di Hamadan (1503 M), menguasai propinsi Kaspia di Nazandaran, Gurgan dan Yazd (1504 M), Diyar Bakr (1505-1507 M) Baghdad dan daerah Barat daya Persia (1508 M), Sirwan (1509 M) dan Khurasan. Hanya dalam waktu sepuluh tahun itu wilayah kekuasaannya sudah meliputi seluruh Persia dan bagian timur Bulan Sabit Subur .
Safawiah menegaskan persekutuan meraka dengan Syi’ah dan Syah Ismail ,menytakan bahwa dirinya adalah sebagai sang imam tersembunyi,sebagai reinkarnasi dari Ali, dan sebagai simbol wujud ketuhanan. Ismail mengkelaim sebagai keturunan dari imam ketujuh, dan sebagai generasi ketujuh dalam garis keturunan Safawiah,dimana setiap imam secara berurutan merupakan pembawa cahaya ketuhanan yang disampaikan dari satu generasi kegenerasi yang lainnya. Dengan kecendrunganya kepada sin kereatisme relegius dari beberapa gerakan sufi yangtelah berlangsung selama dua abad di Iran barat, dan dengan menggabungkan beberapa pengaruh keagamaan yang berbeda beda, termasuk Syi’isme, mesiannisme,Sunni dan Budhisme. Ismail juga menyatakan secara tegas bahwa dirinya adalah reingkarnasi dari Khidir, pembawa kebijaksanaan masa lampau, dan sebagai ruh Yesus. Dengan diterangi cahaya ketuhanan yangmana cahaya tersebut mendahului alquran dan penciptaan alam semesta ini, yang diturunkan oleh keluarga nabi untuk ditubuhkan didalam diri Ismail, maka ia menjadi seorang mesiah,Syah,pemilik kekuasaan temporal dan sekaligus pemilik kerajaan mistikal. Berdasarkan beberapa klaim keagamaan ini, tokoh tokoh Syafawiah menuntut sebuah kepatuan absolut dan tanpa keraguan absolut dari para tokoh sufi mereka [2]
Isma’il memberlakukan faham Syi’ah sebagai madzhab resmi negara. Untuk menerapkan keinginannya ini ia kerap mendapat tantangan dari Ulama’ Sunni. Pertentangan ideologi muncul akibat penerapan faham Syi’ah ini. Syah Isma’l tidak segan segan menerapkan faham ini dengan tindakan kekerasan. Di Baghdad dan Herat, misalnya, Syah Isma’il membunuh secara kejam para Ulama’ dan sastrawan sunni yang menolak ideologi Syi;ah. Akibatnya hinga beberapa dekade kemudian para penganut Sunni di Kurasan, misalnya, harus menyembunyikan identitas Sunni mereka atau mempraktekkan tradisi Sunninya secara sembunyi-sembunyi.
Ima’il adalah orang yang sangat berani dan berbakat. Ambisi politiknya mendorong untuk menguasai negara lain sampai Turki Usmani. Namun dalam peperangan ia dikalahkan pasukan militer Turki yang lebih unggul dalam kemiliteran. Karena keunggulan militer kerajaan Usmani, dalam peperangan ini Isma’il mengalami kekalahan, malah Turki Usmani dibawah pimpinan Sultan Salim dapat menduduki Tabriz. Kerajaan Safawi terselamatkan oleh pulangnya sultan Salim ke Turki karena terjadi perpecahan dikalangan militer Turki di negrinya
Kekalahan akibat perang dengan Turki Usmani ini membuat Isma’il frustasi. Ia lebih senang menyendiri, menempuh kehidupan hura-hura dan berburu. Keadan itu berdampak negatif bagi kerajaan Safawi dan pada akhirnya terjadi persaingan dalam merebut pengaruh untuk dapat memimpin kerajaan Safawi antara suku-suku Turki, pejabat keturunan Persia dan Qizibash.[3]
Rasa pemusuhan dengan Kerajaan Usmani terus berlangsung sepeninggal Ismail I, peperangan antara dua kerajaan besar Islam ini terjadi beberapa kali pada masa pemerintahan Tahmasp I (1524-1576 M), Ismail II (1576-1577 M) dan Muhammad Khudabanda (1577-1567M). Pada masa tiga raja tersebut kerajaan Safawi mengalami kelemahan. Hal ini di karenakan sering terjadinya peperangan melawan kerajaan Usmani yang lebih kuat, juga sering terjadi pertentangan antara kelompok dari dalam kerajaan Safawi sendiri.
3.2.2.Kemunduran dan Kehancuran Kerajaan safawi
Kemunduran pemerintahan pusat telah berlangsung sepeninggal Abbas l. Setelah Abbas I tidak ada seorang pun yang memiliki visi ataun kecakapan sebagaimana Abbas, lebih- lebih setelah perjanjian dengan pihak Usmani pada tahun 1639, pasukan militer Safawiyah terbengkalai dan terpecah menjadi sejumlah resimen kecil dan lemah. Pada akhir abad tujuh belas, pasukan militer Safawiyah tidak lagi menjadi sebuah mesin militer yang berguna. Adminitrasi pusat juga mengalami perpecahan, dan beberpa prosedur penertiban pajak dan distribusi pendapatan negara menjadi tidak terkendalikan. Melemahnya pemerintahan pusat memungkinkan bangkitnya sejumlah pemberontakan otoritas Safawiyah. Pada abad delapan belas Iran telah dilanda kondisi anarkis. Di antara pihak yang memperebutkan kekuasaan politik yang paling besar adalah rezim Afghan,Afshar, Zand, dan Qajar. Pada tahun 1724, Ghalzai Afghan mengambil alih kekuasaan atas Isfahan. Selanjutnya Iran diserang oleh Usmani dan bangsa Rusia yang berbatasan dengannya. [13]
Adapun sebab- sebab kemunduran dan kehancuran kerajaan Safawi adalah:
1. Adanya konflik yang berkepanjangan dengan kerajaan Usmani. Berdirinya kerajaan Safawi yang bermadzhab Syi’ah merupakan ancaman bagi kerajaan Usmani
2. Terjadinya degradasi moral yang melanda sebagian pemimpin kerajaan Safawi, yang juga ikut mempercepat proses kehancuran kerajaan ini.
3. Pasukan Ghulam (budak-budak) yang dibentuk Abbas l ternyata tidak memiliki semangat perjuangan yang tingi.
4. Seringnya terjadi konflik intern dalam bentuk perebutan kekuasaan dikalangan keluarga istana.
3.2.4. Keadaan Politik Kerajaan Safawiyah
Di bawah pemerintahan Abbas I Kerajaan Safawi mencapai kekuasan politiknya yang tertinggi. Pemerintahannya merupakan sebuah pemerintahan keluarga yang sangat dihormati dengan deorang penguasa yang didukungoleh sejumlah pembantu,tentara administrator pribadi. Sang penguasa saecara penuh mengendalikan birokrasi dan pengumpulan pajak, memonopoli kegiatan industri dan penjualan bahan-bahan pakaian dan produk lainnya yang penting, membangun sejumlah kota besar , dan memugar sejumlah tempat keramat dan jalan-jalan sebagai ekspresi dari kepeduliannya terhadap kesejahteraan rakyatnya.[6]
Di bidang politik, keberhasilan menyatukan wilayah-wilayah Persia dibawah satu atap, merupakan kesuksesanya di bidang politik. Betapa tidak, karena sebelumnya wilayah Persia terpecah dalam berbagai dinasti kecil yang bertaburan dimana-mana, sehingga para sejarawan berpendapat bahwa keberhasilan Shafawiyah itu merupakam kebangkitan nasionalisme Persia.[7] Kemajuan yang dicapai kerajaan Safawi tidak hanya terbatas dibidang politik , melainkan bidang lainnya juga mengalami kemajuan

Tidak ada komentar:

Posting Komentar